Peduli Lingkungan, Menghasilkan Barang Daur Ulang Kualitas Ekspor

Di acara kuliner bertajuk Legenda Kuliner Nusantara – Festival Jajanan Bango yang berlangsung Minggu 18 Juni 2011 di Stadion Merpati, Depok, ada seorang ibu yang memiliki kreativitas tinggi dengan mendaur ulang limbah dan sampah plastik. Agak aneh memang, jika dalam acara kuliner terdapat tempat penjualan barang daur ulang. Tapi hal ini ternyata merupakan salah satu bentuk program Corporate Social Responsibility (CSR) dari induk perusahaan yang menggelar acara tersebut, Unilever. Di stand penjualan barang-barangnya, ibu yang berkantor di daerah Pasar Minggu ini menjelaskan tujuan program CSR yang sedang ia jalani. Inti dari program ini adalah mengurangi limbah dari perusahaan itu sendiri. “Mereka ingin supaya limbah yang mereka hasilkan tidak sampai (mengotori) lingkungan,” ujar lulusan Sekolah Menengah Atas ini.

Perempuan bernama Yanti ini sudah lama menekuni bidangnya sebagai pembuat barang daur ulang. Tak heran jika ia sudah sangat paham bagaimana mengenalkan dan memberi pemahaman mengenai pentingnya daur ulang terhadap lingkungan. Jenis barang-barang yang ia buat berbagai macam, mulai dari dompet, tempat pensil, tas laptop sampai koper. Harga barang-barang yang dibuatnya mulai dari Rp 10.000 sampai Rp 400.000. Selain bergabung dengan perusahaan yang sedang menjalankan program CSR tadi, Ibu Yanti tetap menjual hasil karyanya secara swadaya. Bahan-bahan daur ulangnya ia dapat dari pemulung-pemulung yang direkrutnya. Bahan tersebut adalah sampah atau limbah plastik yang kemudian disulapnya menjadi barang-barang cantik. Menurutnya, pesan yang ingin disampaikan bukan bagaimana barang tersebut bisa terlihat cantik atau bernilai jual tinggi, namun lebih untuk mengubah pola pikir masyarakat untuk menghargai makna pemanfaatan limbah.

Acara yang digelar mulai pukul 11.00 sampai 22.00 WIB ini menjadi sarana untuk mengenalkan program peduli terhadap lingkungan, khususnya dalam masalah mendaur ulang barang. Isu agar masyarakat mau memakai atau bahkan membuat barang daur ulang adalah target utama dari setiap pengenalan barang daur ulang. Di luar acara Selera Kuliner Nusantara, produk yang diberi label Trashion ini juga tetap didistribusikan ke banyak tempat, bahkan menembus pasar ekspor. Barang buatan Ibu Yanti juga bisa ditemui di beberapa negara lain, antara lain Singapura, Inggris, Belanda, Fillipina, dan India. Dalam hal kualitas, tentu barang hasil kreativitas Ibu Yanti sudah terjamin, karena semua monomor-satukan kualitas ekspor. Hebatnya lagi, semua desain adalah hasil karya Ibu Yanti. Limbah yang digunakan ibu Yanti dibuat semenarik mungkin dari berbagai macam merek dan kemasan, meski porsi paling banyak tetap dari limbah Unilever.

Kepedulian Ibu Yanti terhadap lingkungan tidak tanggung-tanggung. Tak hanya memproduksi barang-barang daur ulang, ia juga menulis sebuah buku bertajuk Trashion – From Waste to Style. Buku karyanya yang terbit sejak tahun 2009 ini membantu banyak orang memandang sampah dan limbah plastik dari sisi berbeda. Meski pemahaman untuk masyarakat kelas menengah ke bawah masih kurang, ia masih optimis untuk menyebarluaskan aksi peduli lingkungannya ini, karena secara global justru lebih banyak yang mengapresiasinya. “Kelas menengah ke atas lebih oke prospeknya. Selain masalah harga, yang lebih menghargai justru orang-orang yang lebih mengerti imbas limbah ini,” ujarnya.

Untuk Indonesia ada Inacraft yang jauh lebih menghargai kreativitas. Di luar Indonesia Ibu Yanti memilih mengenalkan barang-barangnya ke AWA (American Women Association)  dan ANZA (Australian New Zealand Association). Ada baiknya kita mulai memikirkan untuk mendaur ulang kembali limbah yang ada, karena dampaknya akan terasa sekali seperti kata Ibu Yanti, “Bayangkan jika 1.000 limbah plastik beredar di lingkungan. Apa jadinya? Sementara kalau diolah hanya jadi satu tas.” Tidak ada ruginya untuk mulai peduli lingkungan mulai dari menggunakan barang daur ulang. « [teks & foto: nanda]

Karya lain dari Nanda bisa dilihat di Nanda Indri

Tinggalkan komentar